Sosiologi olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Kajian
olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai
salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep
sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi
olahraga, khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya
dinamika dan perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena
olahraga mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek
olahraga. Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan
kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya.
Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan
inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah
sosiologi.
Dari
sisi pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan
bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan
masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat
telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma,
pranata, kelompok, lembaga, peranan, status, dan komunitas. Sosiologi berupaya
mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau
kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud
terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan
pelakunya untuk peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh
menyeluruh.
B.
Tujuan
Sosiologi secara
umum sudah dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara
bersosialisasi, berinteraksi, dan berhubungan dalam kehidupan sehari-hari, baik
itu dilingkungan keluarga, pergaulan ataupun dalam masyarakat umum. Namun untuk
olahraga, sosiologi sebagai ilmu terapan yang mengkaji secara khusus.
Oleh karena itu,makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan ilmu sosiologi yang berdasarkan atas kajian beberapa teori para ahli, yang dihubungkan dengan olahraga.
Oleh karena itu,makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan ilmu sosiologi yang berdasarkan atas kajian beberapa teori para ahli, yang dihubungkan dengan olahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Sosiologi
1. Sosial
Sosial dapat berarti kemasyarakatan.
a. struktur
sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah
sampai tertinggi. Contoh: kasta.
b. diferensiasi
sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa
membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama.
c. integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat,
bisa berbentuk asimilasi, akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi.
2. Sosialisasi
Sosialisasi
adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan
dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus
dijalankan oleh individu.
a. Tipe
sosialisasi
Setiap kelompok
masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah
seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu
berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya
di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok
sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling
membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi
yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Formal
Sosialisasi tipe ini
terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku
dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2) Informal
Sosialisasi tipe ini
terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat,
sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi
formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi
anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam
lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman
sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya.
Dalam interaksi
tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi
tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan.
Siswa juga
diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri.
Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak?
Apakah perilaku saya sudah pantas atau tidak ?
Meskipun proses
sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit
untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan
informal sekaligus.
b. Proses
Sosisalisasi
1)
Agen Sosial
Anak belajar berperilaku
melalui social learning. Yang termasuk agen sosial adalah guru, pelatih, teman
sejawat, anggota keluarga dan atlet ternama.
Faktor
yang mempengaruhi tingkat partisipasi pria dan wanita dalam olahraga :
·
proses untuk memperlakukan anak pria dengan
wanita dalam cara yang berbeda.
·
Pengaruh langsung dari sikap perlakuan orang tua,
termasuk masyarakat luas.
2)
Situasi Sosial
Faktor lain yang
berpengaruh terhadap partisipasi dalam olahraga dan keterampilan berolahraga
ialah lingkungan fiskal dimana kegiatan bermain atau berolahraga dilakukan.
3) Karakteristik
Personal
Bagaimana persepsi
anak tentang kemampuan nya dalam olahraga dianggap berpengaruh terhadap
keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
c.
Menurut Charles H. Cooley.
Cooley lebih
menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self
concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu
yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai
berikut.
1). Kita
membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2) Kita membayangkan
bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3) Bagaimana
perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di
atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha
memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika
seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan
peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya,
walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
3. Sosiologi.
Sosiologi berasal
dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos
berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan dan diungkapkan pertama
kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive"
karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi
namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antar
manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan dan
memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status, individu,
kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada
disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan
masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin
ilmu terkait.
B. Sosiologi
Olahraga.
Sosiologi
olahraga merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga
dapat dikatakan sebagai sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada
permasalahan olahraga. Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan
gabungan dari dua disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald
Chu disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai
ilmu murni yang bersifat non-etis, teori-teori sosiologi berpeluang untuk
dicercap oleh disiplin ilmu lain, dan sebagai disiplin ilmu yang relatif baru,
olahraga masih menggunakan teori-teori dari disiplin ilmu lain untuk menyusun
teori ataupun hukum-hukum keilmuannya. Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat
integratif, yaitu berusaha menerima dan mengkombinasikan secara selaras
keberadaan ilmu lain untuk mengkaji permsalahan yang dihadapi.
Sosiologi
olahraga berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik sebagai individu
maupun kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan
olahraga, pada dasarnya manusia melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi
sosial dengan manusia lainnya.
Dalam
berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada komunitas
dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang olahraga yang
sedang dilakukan.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari peran yang dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”
Pelanggaran terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari peran yang dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”
Sebagai
disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas
masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat.
Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik
secara mikro, maupun makro.
1.
Secara mikro kajian ilmu olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan
kualitas dan kuantitas teori dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga
dihasilkan temuan-temuan yang dapat memperkokoh keberadaan olahraga sebagai
fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan ataupun perlombaan,
guna mencapai prestasi yang tinggi.
Kajian
secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara
epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.
2.
Secara makro kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan
olahraga bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti
pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya.
Pada
konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh
olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial
yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak
insani an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek
perikehidupan manusia secara luas.
Olahraga
pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi
steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sehingga
tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak
diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah
sosiologi.
Olahraga
yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik telah dikaji keberadaan
sejak dulu.
·
Spencer (1873) menyatakan play as the use of
accumulated energy in unused faculties.
·
Gross (1898) menyatakan play was role practice
for life
·
Mc Dougal (1920) menyatakan play was the primitive
expression of instincts.
Permainan atau play
yang telah diformalkan menjadi game telah diakui dapat berfungsi sebagai media
untuk mempersiapkan anak untuk berperan sebagai orang dewasa.
·
Goerge H. Head (1934) menyatakan games sebagai a
medium for the development of the self, sehingga lebih lanjut dikatakan game
the extend of man.
Beragam kondisi
obyektif di masyarakat dapat dijadikan bukti bahwa olahraga telah merambah pada
kehidupan sosial manusia, misalnya: tak ada satupun media massa yang tidak
memuat berita olahraga, bahkan di Amerika telah diyakini bahwa tanpa berita
olahraga, banyak massa media yang akan bangkrut, karena tidak akan dibaca oleh
khalayak.
Suatu
pertandingan atau perlombaan olahraga telah menyita perhatian berjuta manusia
sebagai penikmatnya, telah memakan jutaan dolar untuk penyelenggaraannya, belum
lagi tenaga dan waktu yang tersita untuk melaksanakan atau menikmatinya.
Pengaruh
olahraga di masyarakat tidak sekedar penghayatan menang atau kalah, tetapi
lebih luas lagi menyangkut harga diri, kebanggaan, penyaluran potensi-potensi
destruktif, bahkan pada komunitas tertentu, olahraga telah diakui
kesejajarannya dengan agama. Dari paparan tersebut, olahraga telah diakui
sebagai mikrokosmos kehidupan masyarakat. Upaya pengkajian terhadap masyarakat
sebagai whole system dapat dilakukan dengan mengakaji fenomena olahraga sebagai
part systemnya. Oleh karena itu, memecahkan masalah olahraga merupakan suatu
upaya pendekatan terhadap masyarakat luas, dan ini hanya mampu dilakukan dengan
menggunakan sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang dilibatkan.
C. Bidang
Kajian Sosiologi Olahraga
Bidang kajian
sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu, para ahli terkait berupaya
mencari batasan-batasan bidang kajian yang relevan, misalnya:
1. Heizemann
menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
a. Sistem
sosial yang bersangkutan dengan garis-garis sosial dalam kehidupan bersama,
seperti kelompok olahraga, tim, klub dan sebagainya.
b. Masalah
figur sosial, seperti figur olahragawan, pembina, yang berkaitan dengan usia,
pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Plessner dalam
studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan
pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji
teori kompensasi.
3. Philips dan Madge
menulis buku “Women and Sport” menguraikan tentang fenomena kewanitaan yang
aktif melakukan dipandang daris sudut sosiologi.
wanita dan olahraga Partisipasi wanita dalam bidang olahraga sudah dimulai sejak tahun 70 an. Dan perubahan tersebut terjadi dengan cukup drastis.
Ada beberapa alasan yang mengemukakan antara lain adanya perubahan yang terjadi berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat, terutama dinegara-negara industri. Perubahan tersebut yakni berkaitan dengan peningkatan:
wanita dan olahraga Partisipasi wanita dalam bidang olahraga sudah dimulai sejak tahun 70 an. Dan perubahan tersebut terjadi dengan cukup drastis.
Ada beberapa alasan yang mengemukakan antara lain adanya perubahan yang terjadi berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat, terutama dinegara-negara industri. Perubahan tersebut yakni berkaitan dengan peningkatan:
1. Kesempatan baru
Kesadaran adanya
kesepatan baru yang cukup menantang ini semakin mengundang kehadiran para
remaja putri untuk ikut mengambl bagian dalam kegiatan olahraga disekolah.
2. Kebijakan pemerintah perkumpulan olahraga kaumwanita pada
tahun 1980.
Setelah enamtahun
kemudian publikasi yang menyoroti kaum wanita dalam olahraga mulai banyak
diedarkan, Serta banyaknya kebijakan benyak memberikan kesempatan bagi kaum
wanita untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga.
3. Aktivitas wanita
Aktivitas wanita
muncul karena adanya gagasan bahwa kaum wanita memiliki kesempatan dan
kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki memandang perempuan dari segala
tingkat dan kalangan untuk lebih berpartisipasi dan menunjukan kemampuannya
dalam kegiatan olahraga (Fleskin, 1974).
4.
Kesehatan dan kebugaran jasmani
Meningkatnya
kesadaran kaum perempuan akan pentingnya kesehatah dan kebugaran jasmani pada
pertengahan 70 an mendorong kaum wanita untuk mengambil bagian dalam aktivitas
fisik, termasuk olahraga.
5. Pemberian penghargaan dan publisitas
terhadap atlet wanita
Dalam beraktivitas
olahraga banyak kita jumpai kaum perempuan yang diberi penghargaan, apabila
meraih prestasi dalam bidang olahraga.
6. G. Magname yang
menulis buku “Sosiologie Van de Sport” menguraikan tentang kedudukan olahraga
dalam :
a. kehidupan sehari-hari
Olahraga adalah kebutuhan primer manusia,
dan harus dijadikan prioritas dalam kehidupan sehari hari. Olahraga yang
effektif adalah olahraga yang berkeringat sampai pada level zona latihan.
Kesibukan kerja selama lima hari berturut turut sebaiknya diimbangi dengan
olahraga pada hari libur sabtu dan minggu.
Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan.
Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan.
Olahraga
merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani
dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya,
stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya
bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang
aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif
mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in
Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992).
b. masalah olahraga rekreasi
1. Olaharaga
rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau
waktu-waktu luang.
2. Menurut Kusnadi
(2002:4) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan untuk tujuan
rekreasi.
3. Menurut Haryono
(19978:10) Olahraga rekreasi adalah kegiatan fisik yang dilakukan pada waktu
senggang berdasarkan keinginan atau kehendak yang timbul karena memberi
kepuasan atau kesenangan.
4. Menurut Herbert
Hagg (1994) “Rekreational sport / leisure time sports are formd of physical
activity in leisure under a time perspective. It comprises sport after work, on
weekends, in vacations, in retirement, or during periods of (unfortunate)
unemployment”.
5. Menurut Nurlan
Kusmaedi (2002:4) olahraga rekreasi adalah kegiatan olahraga yang ditujukan
untuk rekreasi atau wisata.
6. Menurut Aip
Syaifuddin (Belajar aktif Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMP, Jakarta,
Grasindo.1990) Olahraga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan
pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
7. Pengertian
rekreasi olahraga suatu kegiatan ynag menyenangkan yang mengandung unsur gerak
positif.
8. Rekreasi Olahraga
adalah aktivitas indoor maupun outdoor yang didominasi unsur-unsur olahraga
(gerak) sehingga dapat menyenangkan
Sasaran rekreasi
olahraga yaitu semua kalangan masyarakat, olahraga sesuai dengan usia contoh
hiking dilakukan oleh anak usia dewasa bukan dilakukan untuk anak kecil. Dan
untuk anak kecil dapat disesuaikan dengan gerak yang dibutuhkan usia anak
kecil.
c. masalah juara
d. hubungan antara
olahraga dan kebudayaan.
5. John C. Phillips
dalam bukunya yang berjudul Sociology of Sport mengkaji tema-tema yang
berhubungan dengan :
a. Olahraga dan
kebudayaan
Manfaat transformasi
olahraga dan kebudayaan antara lain: Mendukung program masyarakat sehat,
mempererat ikatan sosial masyarakat, menjaga identitas budaya bangsa,
kebanggaan kolektif bangsa, daya tarik pariwisata dan mendukung terciptanya
masyarakat sejahtera. Transformasi Olahraga tradisional bertujuan untuk
mengawali restorasi budaya Indonesia sehingga perlahan memperkokoh jati diri
bangsa yang seakan pudar.
b. Pertumbuhan dan
rasionalisasi dalam olahraga (merujuk pada kesesuaian dengan akal sehat, dan
dapat dinalar sesuai dengan kemampuan otak )
c. Pengaruh olahraga
terhadap pelakunya ( efek samping dari olahraga terhadap kehidupan sehari-hari
)
d. Olahraga dalam
lembaga pendidikan
e. Wanita dalam
olahraga,( Partisipasi wanita dalam bidang olahraga berkaitan dengan nilai
sosial yang terjadi pada masyarakat dipandang dari Kesempatan baru, Aktivitas
wanita, Kesehatan dan kebugaran jasmani serta Pemberian penghargaan dan publisitas
terhadap atlet wanita.
f. Bisnis olahraga
(menjadikan kemampuan sebagai bisnis dalam olahraga ).
6. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
6. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Berikut ini
contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
a. Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain:
1) Gelisah
a. Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain:
1) Gelisah
Gelisah adalah
gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih ringan.Biasanya
rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan dimulai. Rasa
gelisah akan timbul apabila seseorang itu belum mengalami sendiri apa yang akan
dilakukan ataupun adanya persaan sentimen, kebingngan atau ketidak pastian.
Rasa gelisah akan dapat berubah menggembirakan manakala penyebab datanngnya
rasa gelisah (pertandingan akan dimulai) tertunda pelaksanaanya.
Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
(a) Merumuskan
persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya kegelisahan
secara jelas.
(b) Memperhitungkan
segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling ringan sampai yang
terburuk.
(c) Membuat
persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya terjadi dengan
segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri sendiri maupun
dengan bantuan orang lain.
(d) Menghadapi
persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah serta percaya pada kemampuan
diri sendiri.
Dengan cara –cara
tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para olahragawan sedikit
demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.
2) Takut
Hampir
semua orang mempunyai pengalaman-penaglaman yang menakutkan . Takut biasanya
berakar pada pengalaman sebelumnya atau pada masa-masa lampau yang pengaruhnya
terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang akan berbekas sepanjang
hidup.Takut banyak macamnya, misalnya takut pada binatang, takut sendirian,
takut jika berada di depan orang banyak, takut akan timbulnya cidera dan
sebagainya. Kegelisahan yang menjangkiti para atlet dapat berubah menjadi
ketakutan apabila tidak mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.Rasa takut
dapat memberi pengaruh yang negatif atau yang positif terhadap perkembanagan
kepribadian seseorang. Dalam batas-batas yang normal rasa takut akan memberi
pengaruh yang positif, karena dengan rasa takut tadi, orang akan lebih
berhati-hati terahadap apa yang mereka takuti,misalnya saja dia jadi lebih siap
atau sebaliknya mungkin dia lebih menghindari.
Rasa
takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan. Misalnya
seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam
pertandingan yang akan diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya,
akhirnya ia akan terseret oleh perasaan ” kalah ya biar”.
Usaha yang kira-kira
dirasa terlalu berat untuk meraih keunggulan nilai,cenderung untuk tidak
dilaksanakan , karena dianggap terlalu menghabiskan tenaga di samping juga
sikap berhati-hati menjadi berkurang. Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha
untuk mencari kelemahan-kelemahan lawan tidak ada lagi.
Rasa
takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama sekali tidak
berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu banyak perhitungan
yang kadang-kadang tidak diperlukan. Akibatnya orang tersebut tidak pernah mau
mencoba dan berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul.
Pada
kehidupan sehari-hari, rasa takut ini banyak ditimbulkan oleh orang-orang yang
justru lebih dewasa, menakut-nakuti anaknya supaya tunduk kepada kehendak
oerang yang sudah dewasa tersebut.Kadang-kadang orang tua yang tidak mau
sulit-sulit lebih cenderung untuk menakut-nakuti anaknya.Karena anak yang takut
lebih mudah dikuasai sesuai dengan tujuan orang yang menakut-nakuti
tersebut.Meskipun pada mulanya menakut-nakuti itu hanya bertujuan agar si anak
tunduk kepada perintah orang tua saja,tetapi kalau terlanjur sulit untuk
disembuhkan, sehingga perkembangan si anak itu sendiri akan terganggu.
Yang
paling baik adalah kalau takut itu dikendalikan, artinya tidak ditanamkan ,
tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang sulit sampai berapa
jauh takut itu harus dikendalikan, karena kalau salah akan menjadi hoby.
Dalam dunia olahraga, rasa takut kalah di dalam batas-batas normal adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghindari kekalahan.Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan, penghematan tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi jangan sekali-kali mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.
Dalam dunia olahraga, rasa takut kalah di dalam batas-batas normal adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghindari kekalahan.Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan, penghematan tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi jangan sekali-kali mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.
Menurut
beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari Springfield College
mengenai bagaimana harus menangani masalah takut ini, antara lain diajukan beberapa
pendapat sebagai berikut:
(a)
Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab terjadinya rasa takut.
(b)
Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara sedikit demi sedikit.
(c) Mempersiapkan
diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat perencanaan yang pasti
dan taktik yang tepat guna.
(d)
Menguji dan menganalisis alasan-alasan menngapa sampai terjadi
ketakutan-ketakutan.
(e)
Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yanng ditakuti
(adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum mengenal problemnya).
(f)
Menanamkan keakraban antar anggota group dan rasa saling percaya antar anggota
(berdiskusi secara bersama-sama).
(g)
Memberikan sugesti bahwa orang-orang yang banyak pengalaman selalu memberikan
pertolongan kepada yang muda-muda.
(h)
Meningkatkan kekuatan dan keterampilan (skill).
(i)
Kerjakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut.
Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah dilakukan.
Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah dilakukan.
3) Marah
Marah
dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan
mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan sampai
angkara murka dan mengamuk. Ketika itu terjadi maka detak debar jantung semakin
cepat, tekanan darah dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah begini
bisa-bisa perubahan psikologis akan menyebabkan timbulnya reaksi agresif dan
pelakuan kasar dari sang pemarah.
Walau
bersifat alami dan normal namun marah tidak timbul dengan sendirinya Ia
merupakan respon dari seseorang ketika mendapat ancaman, hal yang membahayakan,
kekerasan verbal, perlakuan tidak adil, kebohongan dan manipulasi oleh orang
lain. Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang dimiliki
telah terganggu atau terancam. Secara internal, marah bisa terjadi ketika
menghadapi masalah-masalah pribasi, mengingat peristiwa yang sangat mengganggu
pikiran, kekecewaan pada situasi lingkungan, kurang percaya diri,dsb. Sementara
secara eksternal, marah bisa timbul karena,hak-hak pribadinya diperlakukan
tidak adil dan mendapat ancaman.
Karena sifat marah memerlukan spontanitas dan ditujukan dalam bentuk-bentuk agresifitas, maka jalan paling baik kalau atlit-atlit tersebut dapat menghambat spontanitas dan mengurangi bentuk-bentuk agresifitasnya, artinya menaggapi kemarahan itu dengan usaha-usaha yang positif. Kalau olahraga yang dapat time-out lebih baik diambil time out dulu agar spontanitas kemarahan itu tertunda pelaksanaannya. Meskipun hanya beberapa detik, biasanya sudah cukup untuk mengurangi derajat kemarahan.Kadang-kadang seseorang yang marah dapat mengurangi kemarahannyadengan mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu dengan senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh untuk mengurangi kemarahan tersebut.
Karena sifat marah memerlukan spontanitas dan ditujukan dalam bentuk-bentuk agresifitas, maka jalan paling baik kalau atlit-atlit tersebut dapat menghambat spontanitas dan mengurangi bentuk-bentuk agresifitasnya, artinya menaggapi kemarahan itu dengan usaha-usaha yang positif. Kalau olahraga yang dapat time-out lebih baik diambil time out dulu agar spontanitas kemarahan itu tertunda pelaksanaannya. Meskipun hanya beberapa detik, biasanya sudah cukup untuk mengurangi derajat kemarahan.Kadang-kadang seseorang yang marah dapat mengurangi kemarahannyadengan mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu dengan senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh untuk mengurangi kemarahan tersebut.
Dalam
pertandingan –pertandingan adalah sukar untuk dapat menghilangkan sumber dari
kemarahan, sebab dalam dunia olahraga memancing kemarahan lawan adalah
disengaja dengan harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar lagi akibatnya dia
ingin tetap bermain keras yang dapat mengakibatkan banyaknya energi yang
dikeluarkan sehingga pada suatu saat dia akan kehabisan tenaga dan akan mudah
dikalahkan.
Hal-hal
seperti tersebut di atas harus disadari,dimengerti dan dikenali oleh para
olahragawan, jangan sampai dia terpancing oleh siasat lawan untuk menjadi
marah.Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa,tetapi jangan
sampai mengakibatkan hilangnya pertimbangan akal dalam menyalurkan timbulnya
tenaga tersebut.Memanfaatkan tenaga tambahan itu, untuk usaha-usaha yang
produktif. Untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh
kemarahan perlu dicari bagaimana cara merendahkan kemarahan yang terjadi. Hal
ini dapat diusahakan dengan cara:
(a)
Menghambat spontannitas tindak
kemarahan.
(b)
Mengurangi agresifitas tindakan.
(c) Menanggapi kemaran dengan usaha-usaha yang
positif.
(d)
Melupakan atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan.
b. Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
Keprihatinan
terhadap fenomena degradasi moral dan karakter bangsa makin terasa akut dari
masa ke masa Di kalangan masyarakat makin mewabah patologi sosial dan
penyalahartian praktik kehidupan demokrasi dengan kebebasan tanpa aturan.
Selain itu juga ada perkembangan sentimen kedaerahan dan kesu-kubangsaan yang
makin meluncurkan semangat nasionalisme, maraknya kekerasan dan pelanggaran hak
asasi manusia, terhadinya degradasi lingkungan, radikalisme atas nama puritanisme
dan otensitas agama.
Banyak kalangan berpandangan
bahwa problem multidimensional ini harus dipikul oleh institusi pendidikan.
Berbeda dengan peran pendidikan di negara-negara maju yang lebih terbatas pada
transfer ilmu pengetahuan, pendidikan di Indonesia memikul beban ganda. Beban
ganda itu ialah tidak saja transformasi pengetahuan, tetapi ditambah lagi
dengan en-kulturasi berbagai bidang kehidupan, termasuk pembentukan karakter
dan kepribadian dalam kerangka nation and character building.
Sayangnya, meski secara konseptual pokok pikiran ini relatif lebih mudah dirumuskan, tetapi praktiknya sungguh rumit. Anatominya meliputi horizon yang amat luas ada perilaku moral, nilai moral, karakter, emosi, logika moral, dan penggalian identitas. Moral karakter berhubungan erat dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti kebaikan hati, kejujuran, sportivi-tas, tanggung jawab, dan penghargaan kepada orang lain (Lickona. 1997).
Sayangnya, meski secara konseptual pokok pikiran ini relatif lebih mudah dirumuskan, tetapi praktiknya sungguh rumit. Anatominya meliputi horizon yang amat luas ada perilaku moral, nilai moral, karakter, emosi, logika moral, dan penggalian identitas. Moral karakter berhubungan erat dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti kebaikan hati, kejujuran, sportivi-tas, tanggung jawab, dan penghargaan kepada orang lain (Lickona. 1997).
Bagaimana
membudayakan perilaku dan nilai-nilai tersebut? Dalam tulisan ini
dideskripsikan bahwa melalui pendidikan olahraga, yang selama ini banyak
dipandang sebelah mata, temya-ta banyak nilai perilaku yang secara riil dapat
diwujudkan apabila direncanakan secara sistematis.
1) Nilai
Dasar
Dalam kehidupan
sehari-hari olahraga sering disikapi sebagai media hiburan, pengisi waktu
luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan meningkatkan derajat
kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti dapat mengurangi risiko
terserang penyakit, meningkatkan kebugaran, memperkuat tulang, mengatur berat
badan, dan mengembangkan keterampilan. Sayangnya, nilai-nilai yang lebih
penting dalam konteks pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan
kepribadian, masih kurang disadari.
Kepribadian, sosialisasi,
dan pendidikan kesehatan, serta kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda
penting dalam proses pendidikan. Sebagaimana pentingnya membaca, menulis, dan
berhitung, saat ini perlu ditambahkan lagi dengan respect and responsibility
Mengapa? Sebab, sesungguhnya dalam perspektif sejarah sudah sejak lama
pendidikan jasmani dan olahraga dijadikan andalan sebagai wahana yang efektif
untuk pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pem-bentukan sifat
kepemimpinan seseorang dapat dicapai melalui media ini.
Dalam ruang lingkup
kehidupan masyarakat, orang tua mengharapkan generasi baru memahami norma
salah-benar, kearifan dalam hidup bermasyarakat, memiliki sikap sportif,
disiplin, serta taat asas dalam tata pergaulan. Hidup bersama melalui aktivitas
olahraga bagi anak-anak dapat memberi pelajaran bahwa permainan dengan tata
aturan tertentu dapat menguntungkan semua pihak dan mencegah konflik perbedaan
pandangan. Anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi melalui
permainan-permainan, yang sayangnya fasilitas seperti ini nyaris luput dari
perhatian layanan publik.
Padahal melalui
aktivitas seperti ini, mereka yang memiliki minat sejenis dapat berbagi
pengalaman dalam common ground yang dapat ditransformasikan melalui komunikasi
dan interaksi yang kohesif.Peran olahraga kian penting dan strategis dalam
konteks pengembangan kualitas SDM yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, dan
memiliki sifat kompetitif yang tinggi.
Selain itu juga
penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa.
Olahraga yang dikelola secara professional akan mampu mengangkat martabat
bangsa dalam percaturan internasional.
Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Olahraga secara potensial dan aktual dapat men-jadi rujukan yang efektif bagi pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.
Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Olahraga secara potensial dan aktual dapat men-jadi rujukan yang efektif bagi pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.
2) Fair
Play
Olahraga dengan
segala aspek dan dimensinya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan dan
kompetisi, harus disertai dengan sikap dan perilaku berdasarkan kesadaran
moral. Implementasi pertandingan tidak terbatas pada ketentuan yang tersurat,
tetapi juga kesanggupan mental menggunakan akal sehat. Kepatutan tindakan itu
bersumber dari hati nurani yang disebut dengan istilah fair play. Dalam dua
tahun terakhir, model kompetisi yang dijiwai fair play telah diimplementasikan
pada kompetisi nasional dalam forum Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN)
dan forum internasional, yaitu ASEAN Primary School Sport Olympiade (APSSO).
Hasilnya sungguh menggembirakan karena penerapan tersebut berimplikasi pada
perilaku peserta kompetisi yang lebih mencerminkan jiwa sportivitas, kejujuran,
persahabatan, rasa hormat, dan tanggung jawab dengan segala dimensinya.
Dalam kode fair play
terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan olahraga harus dijiwai oleh
semangat kejujuran dan tunduk pada tata aturan, baik yang tersurat maupun
tersirat Setiap pertandingan harus menjunjung tinggi sportivitas, menghormati
keputusan wa-sit/juri, serta menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di
luar arena pertandingan.Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting,
tetapi ada yang lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik
dengan semangat persahabatan Lawan bertanding sejatinya adalah juga kawan
bermain.Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana yang sangat
ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa apabila dikembangkan
secara sistematis.
Olahraga mengandung
dimensi nilai dan perilaku positif yang multidimensional.
Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif.
Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif.
Kedua, sikap kerja
sama, team work, saling percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan kecakapan
membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang senantiasa
optimistis, antusias, partisipasi!", gembira, dan humoris. Keempat,
pengembangan individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan, determinasi,
kerja keras, kepercayaan diri, kebebasan bertindak, dan kepuasan diri.
c. Kontrol
sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
Kata
kontrol sosial berasal dari kata ‘Social control’ atau sistem pengendalian
sosial dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai pengawasan oleh
masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta
aparatnya.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.
Selain
itu perlu diketahui pula bahwa tindakan pengendalian sosial dapat dilakukan
antara (1) individu (i) terhadap individu lain, (2) individu terhadap kelompok
(k), (3)kelompok terhadap kelompok, dan (4)kelompok terhadap individu.
d. Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama
yang sesuai)
e. Perubahan sosial
o Interaksi
sosial : berhubungan / berinteraksi melalui pembicaraan, perkumpulan,
pergaulan, baik dalam organisasi dan masyarakat
o Asimilasi
(sosial) : bercampurnya 2 kebudayaan dalam masyarakat setempat (contoh : dalam
satu negara atau dalam satu keluarga, sehingga tercipta suatu budaya baru.
o Gerak
sosial (Mobilitas sosial) adalah Proses perpindahan posisi atau status sosial
yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial
masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social
mobility).
f. Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
g. Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau
sebagai penikmat)
Dalam bidang
penelitian, sosiologi olahraga membuka peluang bagi pengkajian topik yang
berkenaan dengan pranata sosial seperti sekolah dan kehidupan politik,
stratifikasi sosial, penonton dan motivnya, sosialisasi, etika bertanding, dan
masih banyak lagi. Beberapa isu pokok yang dicoba angkat adalah masalah
hubungan individu dan kelompok dalam olahraga yang berkaitan dengan peranan dan
isu gender, masalah ras, agama, nilai, norma, aspek politik, ekonomi, dan
rasionalisasi kegiatan olahraga di negara maju.
BAB III
KESIMPULAN
Olahraga sebagai
suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari
pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk
mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan
karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu
permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga. Kajian
sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga
berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi
kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan
dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan
gembira.
Berangkat dari
paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja.
sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain.
sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain.
Manusia membentuk
kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan
ilmu sosiologi. Olahraga telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media
untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan
para pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan berbagai
disiplin ilmu, yang disebut pendekatan interdisiplin adalah pendekatan yang
didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologi, sosiologi, anatomi, dan
fisiologi. Sedangkan pendekatan crosdisiplin adalah pendekatan yang difokuskan
pada ilmu motor learning, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga.
Untuk mempelajari tentang Perencanaan Wilayah dan Kota, maka diharuskan juga mengerti akan masyarakat dan keadaan sosial. Umumnya ilmu Sosiologi yang mempelajari tentang hal tersebut. Maka berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli, yaitu :
1. Pitirim
Sorokin
Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam
gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral),
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial
lain.
2.
Roucek dan Warren
Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
3.
William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah
penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu
organisasi sosial.
4.
J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah
ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan
yang bersifat stabil.
5.
Max Weber
Sosiologi adalah
ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
6.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah
ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan sosial.
7.
Paul B. Horton
Sosiologi adalah
ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan
kelompok tersebut.
8.
Soejono Sukamto
Sosiologi adalah
ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum
dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
9.
William Kornblum
Sosiologi adalah
suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya
dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan
kondisi.
10.
Allan Jhonson
Sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan
suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan
bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
11.
Emile Durkheim
Sosiologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung
cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana
fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
Selain
itu ada juga beberapa definisi Sosiologi di bidang pendidikan menurut para
ahli:
1. F.G.
Robbins,
sosiologi pendidikan
adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika
proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat
pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya
dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan
kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses
pendidikan.
2. H.P.
Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan
bahwa
sosiologi pendidikan
adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
3. Prof.
DR S. Nasution,M.A.,
Sosiologi Pendidikan
adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
4. F.G
Robbins dan Brown,
Sosiologi Pendidikan
ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman.
Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk
mengontrolnya.
5. E.G
Payne,
Sosiologi Pendidikan
ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi
ilmu sosiologi yang diterapkan.
6. Drs.
Ary H. Gunawan,
Sosiologi Pendidikan
ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan
dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar